Sabtu, 16 Februari 2013

Pengaruh Pemberian Daun Kamboja Terhadap Penyembuhan Luka Bakar

Oleh : Chandra I.G. Febrian 1, Sentot Imami2, Lingga K Wardani2


Latar Belakang : Luka Bakar merupakan jenis kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi dan radiasi yang mengakibatkan kerusakan pada jaringan kulit luar (Epidermis) maupun dalam (Dermis). Banyak cara yang digunakan untuk menyembuhkan luka bakar salah satunya metode tradisional seperti penggunaan tanaman kamboja (plumeria acuminate)
Tujuan Penelitian: Membuktikan adanya pengaruh pemberian daun kamboja (plumeria acuminate) terhadap penyembuhan luka bakar.
Metode Penelitian: Jenis penelitian ini menggunakan true experimental design. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Universitas Brawijaya Malang selama 10 hari. Subyek penelitian adalah tikus putih betina (rattus novergicus strain wistar) sebanyak 20 ekor tikus putih betina yang dibagi menjadi 4 kelompok, 3 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol dengan menggunakan teknik sampling jenuh. Pengumpulan data menggunakan observasi dengan perlakuan ekstrak daun kamboja pada luka dengan dosis yang sama. Data dianalisis menggunakan Uji Paramentrik Annova
Hasil: Kelompok A, 2 sampel mendekati sembuh, Kelompok B, 2 sampel sembuh dan 2 sampel mendekati sembuh, Kelompok C, 4 Sampel yang sembuh, sedangkan kelompok kontrol hanya 1 sample yang mendekati sembuh
Kesimpulan: Terdapat pengaruh pemberian daun kamboja (plumeria acuminate) terhadap penyembuhan luka bakar.


Kata Kunci: Luka Bakar, Daun Kamboja, Tikus Putih.



PENDAHULUAN

Luka bakarmerupakan jenis kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi, dan radiasi, yang mengakibatkan kerusakan pada jaringan kulit  luar (epidermis), dan (dermis). Akibat yang ditimbulkan luka bakar dapat menjadi lebih serius, Hal ini bisa menyebabkan kehilangan cairan, lebih rentan untuk mengalami hipotermia (penurunan suhu tubuh akibat pendinginan). Dan mudah terjadi infeksi. ( Moenajad, 2001 ).
Ada tiga fase dari luka bakar yaitu: luka bakar derajat 1, yang terjadi bila kulit terpapar suhu panas pada daerah epidermis ( luas ), luka derajat 2, jika kerusakan kulit meliputi epidermis dan sebagian dermis dan ditandai dengan adanya reaksi inflamasi disertai proes eksudasi. Derajat 3, bila kerusakan kulit sudah mengenai daerah dermisdsan lebih dalam. (Brunner & Suddarth. 2001).
Penyembuhan luka bakar terkait dengan kembalinya fungsi sel dan organ tubuh kembali pulih, dengan sirkulasi darah merah yang normal dan asupan vitamin yang cukup, dan yang terpenting menjaga keadaan luka tetap bersih dan tidak terinfeksi, yang ditunjukkan dengan tanda dan respon yang berurutan dimana sel jaringan kulit secara bersama - sama, melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan penampilan. Perawatan luka saat ini berkembang cepat, dengan metode metode yang berbeda, jika tenaga kesehatan dan pasiennya memanfaatkan terapi yang sesuai dengan kebutuhan, semua tujuan perawatan luka adalah untuk membuat luka stabil dengan perkembangan jaringan yang baik dan suplai darah yang adekuat. (Tarigan. 2007).
Akhir akhir ini telah kita jumpai dan kita lakukan pada pengobatan luka bakar yang sudah menjadi tradisi turun temurun dari orang tua, dan mungkin hal ini sudah ada sejak zaman dahulu, yaitu dengan menggunakan metode tradisional atau non medis. Sebenarnya penyembuhan luka yang secara benar sudah kita ketahui secara medis dengan penggunaan obat dan tarapi medis lainnya. Pengobatan non medis sangat banyak kita jumpai dikehidupan kita dengan salah satunya menggunakan tanaman kamboja (Plumeria acuminate) yang diyakini dapat menyembuhkan luka bakar, biasanya tanaman ini yang dapat digunakan untuk menyembuhkan luka bakar yaitu dengan menggunakan daun kamboja (Plumeria acuminate), yang di tumbuk dan dioleskan pada luka tersebut. Dalam tanaman kamboja (Plumeria acuminate) dipercaya memiliki kandungan senyawa agoniadin, plumierid, asam plumerat, lipeol, dan asam serotinat, plumierid merupakan suatu zat pahit beracun. Kandungan kimia getah tanaman ini adalah damar dan asam plumeria sedangkan kulitnya mengandung zat pahit beracun. Akar dan daun kamboja (Plumeria acuminate),  mengandung senyawa saponin, flavonoid, dan polifenol, selain itu daunnya juga mengandung alkaloid. Tumbuhan ini mengandung fulvoplumierin, yang memperlihatkan daya mencegah pertumbuhan bakteri, selain itu juga mengandung minyak atsiri antara lain geraniol, farsenol, sitronelol, fenetilalkohol dan linalool. Kulit batang kamboja mengandung flavonoid, alkaloid, polifenol. yang bisa menyembuhkan luka bakar. (Arief Hariana. 2008).
Berdasarkan fenomena pengalaman dari masyarakat Desa Kapong Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura mengenai tanaman kamboja (Plumeria acuminate), yang dipercaya masyarakat dan diyakini sebagai tanaman yang mempunyai bermacam macam kegunaannya juga sebagai obat yang dapat penyembuhkan luka bakar. Bahkan dari beberapa mayarakat Desa Kapong Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura yang memanfaatkan Daun Kamboja (Plumeria acuminate) sebagai obat luka. Maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul ” Pengaruh Pemberian Daun Kamboja (Plumeria acuminate) Terhadap Penyembuhan Luka Bakar  Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus strain Wistar)”. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan obyek tikus putih (Rattus norvegicus strain Wistar) karena didalam kandungan tanaman kamboja (Plumeria acuminate) terdapat zat pahit beracun. Sehingga peneliti tidak mau mengambil resiko


Metode
Penelitian ini menggunakan true experimental design, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan kepada beberapa kelompok perlakuan dan satu kelompok kontrol. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Universitas Brawijaya Malang selama 10 hari. Subyek penelitian adalah tikus putih betina (rattus novergicus strain wistar) sebanyak 20 ekor tikus putih betina yang dibagi menjadi 4 kelompok, 3 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol (menggunakan NaCl) dengan menggunakan teknik sampling jenuh. Pengumpulan data menggunakan observasi dengan perlakuan ekstrak daun kamboja pada luka dengan dosis yang sama. 
Kriteria Inklusi pada Penelitian ini adalah:
-  Berat Badan tikus antara 200 - 250 gram
-  Umur tikus 3 bulan
-  Kondisi tikus dalam keadaan sehat
-  Tikus dengn luka bakar derajat 1

HASIL

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada kelompok perlakuan didapatkan hasil yang berbeda beda, dengan perlakuan pemberian ekstrak daun kamboja (plumeria acuminate), proses perlakuan yaitu dengan luka bakar dibersihkan terlebih dahulu dengan kasa steril, kemudian diberikan ekstrak daun kamboja (plumeria acuminate), pada perlakuan ini tiap luka diberi dosis 2 g untuk 1x perlakuan, kemudian luka ditutup dengan 1 kasa steril dan kemudian di plester. Kelompok A, dengan pemberian ekstrak daun kamboja (plumeria acuminate) dosis 2 g diberikan 1 x sehari. Pada hari ke 10 nampak ada 2 sampel tikus yang mendekatisembuh, dan ada 3 sampel tikus yang tidak sembuh, tetapi kulitnya tidak kembali secara anatomis, hal ini dikarenakan luka bakar membutuhkan keteraturan perawatan dan pemberian ekstrak daun kamboja (plumeria acuminate). Kelompok B, dengan pemberian ekstrak daun kamboja (plumeria acuminate) dosis 2 g diberikan 2x sehari. Pada hari  ke 10 nampak ada 2 sampel tikus yang sembuh, dan ada 2 sampel tikus yang mendekati sembuh, dan ada 1 sampel tikus yang tidak sembuh, tetapi ada 1 sampel tikus yang kulitnya kembali secara anatomis. Sedangkan pada kelompok C dengan pemberian ekstrak daun kamboja (plumeria acuminate) dosis 2 g diberikan 3 x sehari. Pada hari  ke 10 nampak ada 4 sampel tikus yang sembuh, dan ada 1 sampel tikus yang tidak smbuh, dan 3 sampel tikus kulitnya kembali secara anatomis dan 2 sampel tikus kulitnya tidak kembali secara anatomis.
Khasiat kamboja secara medis belum dibuktikan, tetapi secara empirik sudah banyak digunakan sebagai bahan obat. Seluruh bagian tanaman kamboja, seperti kulit batang, batang, daun, akar, dan bunganya memiliki khasiat obat.

Sehingga ada keselarasan antara teori dan fakta bahwa didalam kandungan daun kamboja dapat digunakan untuk menyembuhkan luka bakar derajat 1 (area epidermis).
Pada kelompok kontrol, menunjukkan bahwa pada hari pertama sampai hari ke 10, dari ke 5 sampel pada kelompok kontrol hanya 1 sampel tikus yang mendekati sembuh dan kulit tidak kembali secara anatomis, dan ada 4 sampel tikus yang tidak sembuh.Sampel pada kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan pemberian ekstrak daun kamboja (plumeria acuminate), tetapi kelompok kontrol mendapatkan perawatan luka pada pagi hari menggunakan NaCL 0,9%, dan setelah dilakukan perawatan luka, kemudian juga di perban dengan menggunakan 1 kasa steril, dan di plaster, nampak 1 sampel yang mendekati sembuh, hal ini dikarenakan kurangnya keteraturan perawatan luka bakar pada kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil observasi pada kelompok kontrol didapatkan hasil pada proses pnyembuhan luka bakar mulai dari hari 1 sampai hari ke 3, ke 5 sampel masuk pada indikator kulit kemerahan, eksudat tampak kering, luka tidak bau, jaringan nekrotik, hari ke 4 sampai hari ke 8, ke 5 sampel masuk pada indikator eksudat tampak kering, luka tidak bau, jaringan nekrotik, tepi luka kering, hari ke 9, ke 5 sampel masuk pada indikator kulit kemerahan, luka tidak bau, tepi luka kering, dan hari ke 10, sampel tikus 1 masuk pada indikator kulit kemerahan, eksudat tampak kering, luka tidak bau, tepi luka kering, sampel tikus 2 masuk pada indikator kulit kemerahan, luka tidak bau, tepi luka kering, sampel tikus 3 masuk pada indikator kulit kemerahan, luka tidak bau, tepi luka kering, sampel tikus 4 masuk pada indikator kulit kemerahan, luka tidak bau, tepi luka kering sampel tikus 5 masuk pada indikator luka tidak bau, tepi luka kering, Lama proses penyembuhan luka bakar ini juga dipengaruhi oleh faktor pola tikus yang sering menggigit balutan kasa sehingga ada sebagian sampel yang terlepas balutannya hal ini mengakibatkan luka menjadi mudah terinfeksi. Selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi luka yang lembab sehingga proses penyembuhan luka menjadi lama. Pemberian NaCL pada luka kurang efektif, dikarenakan NaCL hanya dapat membersihkan luka dari kuman agar tidak terinfeksi. Sedangkan fungsi khusus di bidang kesehatan terutama karena adanya garam nacl adalah menurunkan gejala inflamasi (peradangan), serta menyembuhkan infeksi.
Dari 4 kelompok diatas luka tidak sembuh 100% dikarenakan, kasa pada luka sering terlepas sehingga bakteri atau kuman cepat masuk, kelakuan tikus yang sering menggigiti bagian tubuhnya yang terdapat luka dan luka bakar drajat 1 tidak bisa sembuh sempurna melainkan akan sembuh dengan jaringan kemerahan bila tersinggung akan berdarah.
Hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, pemberian ekstrak daun kamboja (plumeria acuminate) terhadap proses penyembuhan luka bakar menyebabkan perbedaan penyembuhan luka, tampak perbedaan pada setiap kelompok menunjukkan hasil yang berbeda penyembuhan luka bakar secara signifikan maupun secara deskriptif tampak bahwa penyembuhan luka pada kelompok perlakuan C, lebih banyak sampel yang telah sembuh hampir sembuh 100%, dari pada kelompok perlakuan A, B, maupun kelompok kontrol, pada hari ke 10. Hal yang membedakan dari kedua kelompok kontrol dan kelompok perlakuan adalah faktor pemberian ekstrak daun kamboja (plumeria acuminate), yang dalam dugaan bisa menyembuhkan luka bakar, dan ternyata hasil penelitian membuktikan bahwa ekstrak daun kamboja (plumeria acuminate) bisa menyembuhkan luka bakar.
Dengan kesimpulan penyembuhan luka bakar tidak cukup hanya dengan menggunakan daun kamboja (plumeria acuminate) saja. Tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu kondisi tubuh, gizi seimbang, usia muda lebih cepat sembuh dari pada usia tua, sterilitas luka bakar, pemilihan daun kamboja (plumeria acuminate) yang bagus, proses sterilitas pembuatan ekstrak daun kamboja (plumeria acuminate).

KESIMPULAN

Proses penyembuhan luka bakar pada  perlakuan kelompok A nampak 2 sampel tikus yang mendekati sembuh, dan 3 sampel tikus tidak sembuh. Pada perlakuan kelompok B nampak 2 sampel tikus yang sembuh, dan 2 sampel tikus yang mendekati sembuh, dan ada 1 sampel tikus yang tidak sembuh, dan ada 1 sampel tikus yang kulitnya kembali secara anatomi. Pada peralakuan kelompok C, nampak 4 sampel tikus yang sembuh, dan ada 1 sampel tikus yang tidak sembuh, dan ada 3 sampel tikus yang kulitnya kembali secara anatomi.
Proses penyembuhan luka bakar pada  kelompok kontrol dari ke 5 sampel nampak 1 sampel tikus yang mendekati sembuh, dan ada 4 sampel tikus yang tidak sembuh tetapi ke 5 sampel tikus kulitnya tidak kembali secara anatomi.
Didapatkan hasil  p=0,019 (p valueα=0,05 ) berarti  Ho ditolak dan minimal ada pengaruh yang signifikan pemberian daun kamboja (plumeria acuminate)terhadap proses penyembuhan luka bakar pada tikus putih selama 10 hari.

Share:

Jumat, 15 Februari 2013

Bisakah Olahraga Menyebabkan Gangguan Jantung


Melanjutkan pembahasan pada posting sebelumnya tentang Jantung..
Pernahkah anda berolahraga..
Apa yang terjadi pada jantung anda saat olahraga...
Sedikit mengulas pembahasan sebelumnya..
Salah satu penyebab kejadian penyakit jantung adalah terbiasanya jantung berdetak lebih cepat sehingga menimbulkan pembesaran otot jantung dan bahkan sampai payah jantung..

Masih ingat dengan Endorfin??
Sebuah hormon yang meningkatkan rasa nyaman dan berfungsi sebagai morfin tubuh..
Saat berolahraga..jantung kita akan berdetak dengan cepat..
Saat berolahraga..tubuh kita akan merasakan rasa nyaman dan biasanya dalam berolahraga kita akan menikmatinya..dengan menikmati hal tersebut maka hormon Endorfin/Endorphine pun akan keluar dan membuat tubuh kita terasa nyaman..berbeda halnya dengan kejadian jantung yang meningkat saat kita mengalami stress..
Selain itu saat kita berolahraga tubuh juga melepaskan adrenalin, serotonin dan dopamin yang ketiganya bekerjasama membuat tubuh kita merasa lebih baik.

Tapi dari semuanya itu, yang perlu diinget adalah "segala sesuatu yang berlebihan hasilnya akan merugikan bagi kita.."
Jadi tidak heran seandainya ada kasus orang meninggal saat olahraga, apalagi jika diketahui telah mempunyai masalah pada jantung..Harus ekstra hati-hati dan jangan memaksakan tubuh untuk melakukan hal-hal yang berlebihan...
Share:

Selasa, 05 Februari 2013

Pengaruh Lama Hemodialisis 4 Jam (Durasi 1 Kali Sesi HD) Terhadap Standar Blood Ureum Nitrogen (BUN) Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisis Reguler


Oleh: Anies Nieke Purwanti1, H.A. Syukri Pasaribu2, Joko Sutrisno2
Latar Belakang: Hemodialisis (HD) sebagai salah satu tindakan / terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal stadium akhir merupakan tindakan penyelamat bagi pasien, adekuasi hemodialisis sampai saat ini masih menjadi masalah tersendiri, sebab hampir semua pasien masih mendapatkan nilai blood ureum nitrogen cukup tinggi setelah hemodialisa
Tujuan Penelitian: Mengetahui pengaruh lama hemodialisis 4 jam (durasi 1 kali sesi HD) terhadap standar blood ureum nitrogen Pada pasien yang menjalani hemodialisa.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan pendekatan one short case study . Penelitian Ini dilaksanakan di ruang Hemodialisa RSUD Gambiran Kediri Pada Tanggal 1 – 30 September 2011. Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani hemodialisa dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Jumlah sampel yang didapat sebanyaak 15 responden yang telah ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi. Data dianalisis menggunakan Uji Paired Test.
Hasil: Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu keseluruhan responden yaitu 15 responden (100%) hasil BUN pre HD diatas 20 mg/dl yaitu nilai BUN 53-114 mg/dl dengan p value 0,345> α=0,05,hasil BUN post HD 15 orang (100%) hasil BUN diatas 20 mg/dl yaitu nilai BUN 27-57 mg/dl dengan p value 0,487. Hasil analisa tidak ada pengaruh lama hemodialisa 4 jam (durasi 1 kali sesi HD) terhadap rasio reduksi ureum (RRU) pada pasien yang menjalani hemodialisa reguler dikarenakan nlai ρ value 0, 764 > α: 0,05.
Kesimpulan: Rasio reduksi ureum yang adekuat pada post hemodialisis disebabkan oleh beberapa faktor diantaranga durasi hemodialisa dalam satu minggu idealnya 3 kali hemodialisis dengan waktu 4 jam satu kali sesi hemodialisis, umur, penyakit penyerta, sumber daya manusia, akses vaskuler dan hasil laboratorium sangat berpengaruh terhadap keadekuatan hemodialisis.
Kata kunci : Lama Hemodialisis, Rasio Reduksi Ureum
Pendahuluan
Hemodialisis (HD) sebagai salah satu tindakan / terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal stadium akhir merupakan tindakan penyelamat bagi pasien, disamping cangkok ginjal dan Peritoneal Dialisis (PD) sebab pada pasien gagal ginjal stadium akhir atau Gagal Ginjal Terminal (GGT) dimana ginjal pasien sudah tidak berfungsi, akan timbul berbagai keluhan dan kelainan fungsi tubuh, dan bila tidak dilakukan Terapi Pengganti Ginjal (TPG) maka pasien akan meninggal dunia dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Berdasar data dari Instalasi Hemodialisis RSUD Gambiran Kediri pada bulan April tahun 2011 terdapat sekitar 75 pasien Gagal Ginjal Terminal (GGT) yang menjalani hemodalisis regular dengan frekuensi rata-rata 2 kali seminggu (4-5 jam) yang dibagi dalam 8 pasien setiap kali hemodialisa dengan pelayanan 3 kali shift.
Terdapat beberapa aspek yang dapat mempengaruhi adekuasi hemodialisis antara lain : sumber daya manusia, pemakaian dialiser (single use-reuse, high efficiency – low efficiency, jenis membrane dialiser), durasi/lamanya hemodialisism resirkulasi, jenis dialisat dan lain-lain. Dengan memperhatikan dan mengeliminasi faktor-faktor penyebab under dialysis  (dialysis yang tidak adekuat) diharapkan tindakan dialysis yang dilakukan dapat lebih adekuat sehingga kualitas hidup pasien bisa lebih baik, produktif dan angka harapan hidup meningkat.
Dari uraian tersebut diatas peneliti merasa tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Pengaruh Lama Hemodialisis 4 jam (Durasi 1 kali sesi hemodialisis ) Terhadap Standar Blood Ureum Nitrogen (BUN) Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisis Reguler di Instalasi Hemodialisis RSUD Gambiran Kediri” yang mudah-mudahan dapat memberi jawaban dan solusi atas permasalahan tersebut.  
Metode
Dalam penelitian ini rancangan yang digunakan adalah Rancangan one group pra-post test design. Dalam rancangan ini kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi atau perlakuan, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi. Rancangan ini termasuk eksperimen, ciri tipe ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Populasinya dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani hemodialisis di Instalasi Hemodialaisis Rumah Sakit Umum Daerah Gambiran Kediri. Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dengan sampel sebanyak 15 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dam esklusi dari tanggal 1 – 30 September 2011. Dimana kriteria inklusi adalah:
1)        Pasien yang menjalani hemodialisis 2 kali seminggu
2)        Pasien yang menjalani hemodialisis dengan durasi 1 kali sesi hemodialisis  4  jam.
3)        Pasien yang menjalani hemodialisis dengan menggunakan dialiser 1-3 kali pemakaian.
4)        Pasien dengan akses vaskuler yang baik / akses vaskuler lancar.
5)        Bersedia menjadi responden.
6)        Pasien yang menjalani hemodialisis dengan dialiser FB 15O TGA.
7)        Pasien yang menjalani hemodialisis dengan Quick Blood (QB)  ≤ 200 ml/ menit
Varibel independen lama hemodialisa 4 jam (durasi 1 kali sesi HD) dan variabel dependen standar blood ureum nitrogen,
Pembahasan
Pengaruh lama hemodialisa terhadap Blood Ureum Nitrogen (BUN)
   Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan nilai signifikasi dengan menggunakan uji t paired diketahui nilai nilai p - value 0,000. Signifikasi hubungan menggunakan nilai p - value < α dengan tingkat kesalahan 0,05. Karena    nilai p –value 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti bahwa ada pengaruh lama hemodialisa 4 jam (durasi 1 kali sesi HD) terhadap standar blood ureum nitrogen (BUN) pada pasien yang menjalani hemodialisa reguler di Ruang Hemodialisa RSUD Gambiran Kediri tanggal 1-30 September 2011.
Keadekuatan atau adekuasi hemodialisis di Indonesia masih mendapatkan nilai adekuasi dibawah standar minimal dengan nilai Blood ureum nitrogen (BUN) > 20 mg/dL sedangkan National Kidney Foundation-Dialysis Outcome Quality Initiative (NKF-DOQI) memberi batasan bahwa HD harus dilakukan dengan BUN > 20 mg/dL(Gatot, 2003).
  Adekuasi hemodialisis ini dapat diketahui dengan beberapa cara, antara lain dengan menggunakan pemeriksaan Blood Ureum Nitrogen (BUN), cara ini paling sederhana dan paling sering digunakan dibanding dengan cara yang lain. Masalah adekuasi hemodilisis akan membawa dampak yang sangat besar, seperti kualitas hidup yang rendah, tingginya tingkat ketergantungan terhadap orang lain, produktifitas menurun, angka kematian yang tinggi disamping kerugian materi yang besar pula (Gatot, 2003). Menurut Palmer (1999)dalam Effendi (2010), meningkatkan Quick blood (Qb) sampai 400 ml/menit atau lebih dan meningkatkan Quick dialysate (Qd) sampai 800 ml/menit merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan adekuasi hemodialisis.
Sumber daya manusia juga sangat berpengaruh terhadap keadekuatan hemodialisa. Kebanyakan pasien yang sudah dalam keadaan usia dewasa lanjut yang banyak sekali keterbatasan tentunya akan memperburuk keadaan, kesenjangan teori dengan hasil penelitian kemungkinan karena banyak sekali faktor yang berpengaruh diantaranya kemungkinan karena dialisernya karena dialiser merupakan ginjal buatan dimana tempat berlangsung proses hemodialisa jika terdapat trombus atau bekuan darah dalam membran ini dapat mengurangi luas permukaan dialiser disertai penurunan klirens dan kemampuan membuang cairan  sehingga dialiser ini sebelum digunakan ke pasien harus benar-benar dicek secara rutin dan akurat fungsinya karena jika ada sedikit saja gangguan pada dialiser ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir dari hemodialisa, selain itu kemungkinan juga adanya faktor akses vaskuler, seringnya penusukan pada vena yang sama dalam jangka waktu yang lama menyebabkan vena menjadi rapuh dan berkurang fungsinya tentunya hal ini juga dapat menyebabkan kelancaran proses hemodialisa, ketidakefektifan ini memperburuk keadekuatan hasil hemodialisa walaupun pasien telah menjalani hemodialisa rutin dengan durasi yang tepat setiap sesinya.
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Budiman. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan, Palembang, EGC
Fajar, Ibnu, dkk. (2009). Statistika Untuk Praktisi Kesehatan, Malang, Graha Ilmu
Gatot, Dairot. (2003). Rasio Reduksi Ureum Dializer 0,90; 2,10 dan 2 Dializer Seri 0,90 Dengan 1,20. [Internet]. Bersumber dari:
<http//library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-dairot%20gatot.pdf>
Hidayat, A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data, Jakarta, Salemba Madika
Indonesian Nephrology Nurse Association (PPGII) Meeting and Symposium, 28 -30 November 2008, Hotel Horison Bandung, Buku Program Abstrak dan Makalah Lengkap, Simposium Perhimpunan Perawat Ginjal Intensif Indonesia, Bandung - tidak dipublikasikan
Indonesian Nephrology Nurse Association / PPGII. (2010). 2nd Report of Indonesian Renal Registry 2009, Bandung - tidak dipublikasikan
Kolf. Willem. (2004). Develops a Dialysis Machine. [Internet]. Bersumber dari: <http//www.knowplay.com/media/MicrosorVEncarta deluxe>
Luknis, Sabri. Hastono, Sutanto Priyo. (2008). Statistik Kesehatan. Edisi Revisi, Jakarta, Rajawali Pers
Notoatmojo, Soekidjo, Dr. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi, Jakarta, Rineka Cipta
Nurrsalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Panduan Skripsi, Tesis dan Metode Penelitian Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika
Pelatihan Perawat Mahir Hemodialisa. (2003). Instalasi Hemodialisis RSUD Dr. Soetomo, Surabaya - tidak dipublikasikan
Peatihan Perawat Mahir Hemodialisa. (2010). Instalasi Hemodialisis RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang - tidak dipublikasikan
Perhimpunan Nefrologi Indonesia / Pernefri. (2003). Konsensus Dialisis, Jakarta - tidak dipublikasikan
Pertemuan Tahunan Nasional Perhimpunan Perawat Ginjal Intensif Indonesia (PPGII), 6-8 November 2009, Hotel Java Paragon, Buku Acara dan Makalah, Surabaya - tidak dipublikasikan
Sandjaja dan Herijanto, Albertus. (2006). Panduan Penelitian, Jakarta, Prestasi Pustaka
Santoso, Gempur. (2007). Metodologi Penelititan Kuantitatif dan Kualitatif, Surabaya, Prestasi Pustaka
Sinar Roda Utama. (2003). Pengenalan Umum Water Treatment dengan Reserve Osmosis System dan Mesin Hemodialisis, Surabaya - tidak dipublikasikan
Sukandar, Enday. (2006). Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis, Bandung, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD / RS. Dr. Hasan Sadikin
Share:

Minggu, 03 Februari 2013

Endorphine/Endorfin Adalah Gabungan dari Endogenus dan Morphine


Endorphine atau endorfin pasti bukan hal yang asing di telinga kita semua. Endorfin banyak sekali berhubungan dalam tubuh kita dan dijadikan sebagai penolong atau pahlawan dalam tubuh kita.
Endorfin merupakan salah satu senyawa neuropeptida, endorphine, α, β, dan µ-Endorphine. Endorphine merupakan residu asam amino β-lipoprotein yang mengikat reseptor opiat (opium) pada berbagai daerah di otak. Endorfin diproduksi oleh kelenjar pituitary yang terletak dibawah otak.

Endorfin merupakan gabungan dari endogenous dan morphine.
Jadi bisa disimpulkan hormon endorfin ini berfungsi sebagai morphine bahkan ada yang mengatakan 200 kali lebih besar kekuatannya dari morphine. Endorfin dihasilkan oleh tubuh kita secara alami. Banyak cara yang dilakukan agar endorfin bisa dikeluarkan/dihasilkan, diantaranya dengan teknik relaksasi (nafas dalam, tertawa, tersenyum, hipnoterapi), Olah raga (mengeluarkan zat kimia dalam tubuh), Teknik Akupunktur, Teknik Meditasi sampai dengan berfikir positif dan pijat (massase).
Selain itu perasaan stress dan rasa sakit/nyeri dapat menstimulus sekresi (pengeluaran) endorphine. Endorfin berinteraksi dengan reseptor opiat diotak kita terhadap rasa nyeri. Dengan sekresinya endorfin maka stress dan rasa nyeri akan berkurang.
Berbeda halnya dengan obat Opiat (morfin, Kodein), dikarenakan endorfin dihasilkan langsung oleh tubuh kita, jadi tidak akan menyebabkan kecanduan atau ketergantungan.
Selain menurunkan rasa nyeri dan stress, sekresi endorfin bisa meningkatkan selera makan, pelepasan hormon seks dan peningkatan respon imun.

Pelepasan (sekresi) endorfin pada masing-masing individu juga berbeda, dua orang yang sedang stress atau mengalami nyeri tidak selalu sama sekresi endorfin yang dikeluarkan.

Beberapa makanan juga ternyata bisa menstimulus sekresi endorfin, contohnya seperti cabai/lada/lombok dan coklat. Rasa ketidaknyamanan dari efek pedas dan rasa nyaman dari rasa coklat disinyalir menyebabkan pelepasan endorfin.

Bukan perihal yang sulit untuk membuat pelepasan sekresi endorfin, dengan anda senyum saat berpapasan dengan teman, menonton komedi lawak sehingga anda tertawa, rekreasi walau hanya berkunjung ke kota tetangga, Pijat/massase agak tubuh terasa nyaman, serta dengan meditasi; bisa dengan Yoga, ibadah pada sang pencipta atau menyendiri menenangkan diri.

Saat ibu melahirkan (inpartu) juga bisa kita lakukan stimulasi agar endorfin bisa dihasilkan serta β-endorphine ikut berperan dalam pelepasan prolaktin pada ibu menyusui.
Bahkan banyak sumber mengatakan pelepasan endorfin merupakan salah satu penyebab awet muda dan mengapa usia seseorang menjadi lebih lama dibandingkan orang yang tidak berusaha mengeluarkan (sekresi) endorfin.
Share:

Sample Text

Copyright © Sharing and Health Education | Powered by Blogger