Latar Belakang: Trans Uretral Reseksi Prostat merupakan Gold Standar untuk BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) di dunia, tindakan ini dilakukan dengan cara reseksi atau pengerokan jaringan prostat melalui uretra dengan alat resektoskop dengan tujuan destruksi dari saluran kencing. Traksi kateter bertujuan mengurangi perdarahan dengan menarik balon kateter ke arah balderneck dan menghalangi masuknya perdarahan prostat kedalam kandung kemih.
Tujuan Penelitian: Mengetahui pengaruh pemasangan traksi kateter pada pasien Post Op TURP terhadap timbulnya perdarahan.
Metode Penelitian: Jenis penelitian ini menggunakan desain pra experiment one-group pra test post test design. Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Seruni RSUD Gambiran Kota Kediri pada tanggal 20 Februari 2012-20 April 2012. Subjek penelitian adalah pasien Post Op TURP yang dirawat di Ruang Seruni RSUD Gambiran Kota Kediri diambil dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Jumlah sampel yang didapat sebanyak 25 orang dan sudah ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi. Data dianalisis menggunakan Uji Cochran.
Hasil: Dari observasi 30 menit menjelang akhir operasi sebelum pemasangan traksi kateter terjadi perdarahan sebesar 48%, setelah pemasangan traksi kateter diobservasi 1-12 jam terjadi perdarahan sebesar 20% dan observasi 12-24 jam terjadi perdarahan sebesar 8%.
Kesimpulan : Terdapat pengaruh pemasangan traksi kateter pada pasien post op TURP terhadap timbulnya perdarahan dengan p 0,001.
Kata Kunci: Trans Uretral Reseksi Prostat, Traksi Kateter, PerdarahanPendahuluan
BPH (Benign Prostatic Hyperplacia) adalah suatu neoplasma jinak yang mengenai kelenjar prostate yang menyebabkan gangguan fungsi buang air kecil. Proses ini biasanya dimulai pada usia sekitar 35 tahun dan mulai progresif menurut bertambahnya usia pria. Penelitian menunjukkan golongan pria yang berumur 60-69 tahun, pada 51% diantaranya menderita BPH (Soenarjo. H, 2005)
Sistem pengobatan penyakit ini adalah dengan cara operasi dengan tehnik terbaru yaitu opersai TUR-P (Trans Uretral Reseksi Prostat). Menurut Soenarjo. H, 2005. TUR-P adalah tindakan pembedahan yang merupakan baku emas/gold standart.
Data di Amerika menunjukkan pasien prostat yang dilakukan pembedahan dengan TUR-P tiap tahunnya 5000-6000 pasien. Sedangkan di Sekretariat Urologi Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 1998 sebanyak 284 pasien, tahun 1999 sebanyak 171 pasien dan pada tahun 2000 sebanyak 264 pasien yang dilakukan operasi TUR-P
Di RSUD Gambiran sendiri pada tahun 2009 dari 416 pasien Urologi yang dilakukan tindakan TUR-P sebanyak 349 atau 75 % dan sampai bulan September 2011 dari 395 pasien, yang dilakukan TUR-P sebanyak 305 pasien atau 78%.
Penyulit atau komplikasi yang sring timbul pada penderita TUR-P salah satunya adalah terjadinya perdarahan di dalam kandung kemih, sehingga menyebabkan pembekuan darah yang disebut clots. Hal ini dapat menyebabkan tersumbatnya lumen atau lubang kateter, sehingga menimbulkan pembendungan air kemih/retensi urine. Sebanyak 1-2 persen setiap tahunnya didapatkan kasus ini di RSUD Gambiran Kota Kediri.
Metode
desain penelitian ini adalah pra experiment one-group pra test post test design, yang bermaksud mengungkap hubungan sebeb akiabt dengan cara melibatkan satu kelompok. Dimana pengujian sebab akibat dengan cara membandingkan hasil pre test dengan post test. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien post operasi TUR-P yang terpasang traksi kateter di Ruang Seruni RSUD Gambiran Kota Kediri. Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dengan sampel sebanyak 25 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dam esklusi dari tanggal 20 Februari sampai terpenuhinya jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian ini. Dimana kriteria inklusi adalah:
- Usia 40-75 tahun
- Pasien bersedia untuk diteliti
- Pasien post operasi hari pertama
- Paien yang terpasang traksi kateter
Hasil
Frekuensi Terjadinya Perdarahan 30 menit setelah operasi TURP selesai
Frekuensi Terjadinya Perdarahan Post Operasi TURP 12-24 Jam
Perdarahan yang terjadi post operasi 12-24 jam pada responden penelitian ini adalah sebesar 8% terjadi perdarahan, sedangkan sisanya 92% responden tidak terjadi perdarahan post operasi TURP setelah 12-24 jam.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji Cochran didapatkan p= 0,001 dimana p< 0,05 sehingga H 1 diterima ada pengaruh pemasangan traksi kateter terhadap terjadinya perdarahan pada pasien paot operasi TURP
Traksi Kateter |
Dari observasi perdarahan dalam waktu 30 menit setelah operasi TURP berakhir sebelum dipasang traksi kateter didapatkan bahwa 48% responden terjadi perdarahan dan 52% responden tidak mengalami perdarahan.
Perdarahan pada operasi prostat sekarang jarang terjadi dikarenakan kemajuan tehnik operasi serta makin baiknya mempersiapkan pasien. Pada reseksi trans uretra, perdarahan biasanya terjadi bila sinus venosus periprostatika tereseksi (Sunaryo, 2005). Menurut Doddy, (2001) pada operasi TUR-P setiap gerakan reseksi (walaupun dengan diathermi) akan memyebabkan darah memancar, perdarahan yang keluar memancar bercampur flush sekitar 10-20 liter, perkiraan perdarahan yang keluar jumlahnya sedikit.
Timbulnya perdarahan pada durante operasi masih bisa terjadi meskipun dengan kemajuan tehnologi dan kemajuan tehnik operasi TRU-P, seperti halnya pembedahan yang lain, pembedahan prostat, open maupun TUR-P juga terjadi penyulit.
Terjadinya perdarahan 30 menit pasca operasi TUR-P 30 menit disebabkan oleh karena bekas luka reseksi (kerokan) masih terdapat perdarahan kecil, oleh sebab itu harus segara dipasang triway kateter dengan balon diisi 40 cc. Selanjutnya triway kateter ditarik kearah bawah dipasang traksi kateter dengan harapan balon kateter akan menekan luka bekas reseksi agar tidak terjadi perdarahan.
Frekuensi Terjadinya Perdarahan Post Operasi TURP 1-12 Jam
Pada observasi 1-12 jam setelah post operasi TURP didapatkan sebesar 20% responden terjadi perdarahan, sedangkan 80% reponden tidak mengalami perdarahan post operasi TURP.
Salah satu penyulit terapi pembedahan prostat pasca operasi dini adalah perdarahan sekunder. Perdarahan sekunder adalah perdarahan atau haematuria yang terjadi setelah sebelumnya urine jernih. Penderita dianjurkan minum banyak, mengurangi aktifitas dan tidak boleh mengejan (Sunarjo, 2005). Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan 1-12 jam post operasi adalah defisiensi vitamin K, hal ini sesuai dengan Catherin, (2007). Penyebab lain yang menurunkan pembentukan factor pembekuan oleh hati adalah vitamin K. Vitamin K diperlukan untuk pembentukan lima factor pembekuan yang penting yaitu protrombin, factor VII, factor IX, factor X dan protein. Dalam keadaan tanpa vitamin K kekurangan factor pembekuan tersebut dapat pula menjurus ke perdarahan serius.
Adanya kekurangan vitamin K pada responden penelitian tidak bisa dideteksi oleh karena pada prosedur persiapan operasi pemeriksaan laboratorium yang dilaksanakan hanya pemeriksaan haemostasis yaitu CT,BT, sedangkan pemeriksaan lengkap lain untuk mengetahui factor pembekuan darah belum dilakukan. Terjadinya perdarahan 1-12 jam post TURP mungkin pula dari kekurangan vitamin K tersebut, karena pasien yang hasil pemeriksaan laboratorium CT, BT yang tidak normal tidak akan dilakukan tindakan operasi oleh operatornya.
Terjadinya perdarahan post operasi karena adanya waktu perdarahan yang memanjang. Sehingga hasil penelitian ini membuktikan bahwa perdarahan yang terjadi pada post TURP 1-12 jam masih bisa terjadi. Apabila terjadi perdarahan yang berlanjut dan hebat maka operator akan memberikan terapi untuk menghentikan perdarahan seperti Transamin® intravena
Adanya pengendoran pemasangan traksi kateter disebabkan oleh karena pasien sebagian besar sudah berumur lebih dari 65 tahun, sehingga pada saat post operasi TUR-P dan setelah dipasang traksi pasien sulit diberi pengertian tentang manfaat pemasangan traksi kateter dimana kaki yang terpasang traksi kateter seringkali ditekuk yang sebenarnya belum boleh dilakukan pasien post operasi TUR-P dimana hal ini akan bisa menyebabkan masih terjadinya perdarahan yang terlihat pada urine bag berwarna kemerah-merahanFrekuensi Terjadinya Perdarahan Post Operasi TURP 12-24 Jam
Perdarahan yang terjadi post operasi 12-24 jam pada responden penelitian ini adalah sebesar 8% terjadi perdarahan, sedangkan sisanya 92% responden tidak terjadi perdarahan post operasi TURP setelah 12-24 jam.
Menurut Arthur (2007), setelah 20 menit - 1 jam bekuan darah akan mengalami retraksi dan ini akan menutup luka. Kecilnya frekuensi perdarahan yang terjadi pada saat 12-24 jam disebabkan oleh pasangan traksi kateter yang dilakukan setelah operasi TURP langsung dilakukan. Menurut Kolmert dan Norlen dalam Abdullah (2009), bila terdapat perdarahan pasca TURP ahli Urologi sering melakukan traksi kateter, sehingga balon kateter tertarik kearah bladderneck dan menghalangi masuknya perdarahan prostat ke dalam buli-buli.
Pemasangan traksi post operasi TURP pasca operasi dipasang folley kateter 24 Fr tiga cabang dengan balon diisi aqua 40 cc dan irigasi NaCL 0,9% dengan kecepatan 500ml/jam. Tujuan pemasangan traksi ini diharapkan perdarahan vena sudah berhenti oleh tampon balon kateter.
Bekuan darah terdiri dari benang fibrin yang berjalan dalam segara arah dan menjerat sel darah, trombosit dan plasma. Benang-benang fibrin juga melekat pada permukaan darah yang rusak, oleh karena itu bekuan darah menempel pada lubang di pembuluh darah dan dengan demikian mencegah kebocoran. Dengan penekanan melalui traksi kateter diharapkan bekuan darah pada bekas luka sayatan operasi tidak lepas sehingga membantu proses penghentian keluarnya darah.
Terjadinya perdarahan pasca operasi TUR-P dalam waktu 12-14 jam sebagian pasien disebabkan pada waktu BAB mengejan, sehingga ada penekanan dari kandung kemih yang bisa menyebabkan terjadinya perdarahan lagi.Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji Cochran didapatkan p= 0,001 dimana p< 0,05 sehingga H 1 diterima ada pengaruh pemasangan traksi kateter terhadap terjadinya perdarahan pada pasien paot operasi TURP
Referensi
Abdullah.F.(2009) Traksi Kateter www.jurnal bedah.com (diunduh Thrusday 09 July 01.30)
Arthur C. Guyton & John E. Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, terjemahan Irawati dkk. EGC : Jakarta .
Basuki B Purnomo. (2009). Dasar-dasar Urologi, SMF / lab. Ilmu Bedah RSUD Saiful Anwar. FK Unibraw : Malang .
Doddy M.S. & Karleni Putu. (2008). Simposium Asuhan Keperawatan Pada Penderita Pasca TURP. Surabaya
Holf Brand A.V., dan Petit J.E. (2006). Kapita Selecta Kedokteran, Edisi 2. EGC: Jakarta .
Notoadmojo, Soekidjo. (2003). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Andi Offset : Yogyakarta.
Nur Salam. (2003). Konsep Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Istrumen Penelitian, edisi Pertama, Salemba Medika : Jakarta.
Purnawan Junaidi, (2002). Trans Uretral Reseksi Porstat. Studi Program Urologi. FK Unair / RUD dr. Soetomo : Surabaya
Pratanu, dkk. (2004). Reseksi Trans Uretra Penyulit Intra Operasi dan Penyulit Dini. Program Studi Urologi FK. UNAIR / RSUD dr. Soetomo : Surabaya.
Sally Leoni, M & Kuncoro Ningrat. (2007). Psikologi Sosial Untuk Perawat. EGC : Jakarta
Sastro Asmoro. & Ismail. (2005). Dasar–dasar Metodologi Penelitian. Bina Taruna : Jakarta.
Smet Bart. (2004). Psikologi Kesehatan. PT Gramedia Widia Sarana Indonesia : Jakarta.
Soebandiri. (2006). Hematologi, Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V. UPF Penyakit Dalam FK. Unair / RSUD dr. Soetomo : Surabaya.
Soenarjo Hardjo Wijoto. (2005). Benigna Prostat Hyperplasia. Studi Program Urologi, FK UNAIR / RSUD dr. Soetomo : Surabaya.
Soenaryo Hardjo Wijoto.& Adi Santoso (2005). Simposium Asuhan Keperawatan Urologi. Disajikan dalam Pendidikan Perawat Berkelanjutan : Surabaya.
Sugiyono. (2005). Statistika Untuk Penelitian. CV Alfa Beta : Surabaya.
Teguh ,(2004), Cara mudah melakukan analisa statistik dengan SPSS, Gava MediaYogyakarta
Winston K. Mebust MD. (2007). Cambells Urologi. WB, Sunders Company Philadelphia : L
0 komentar:
Posting Komentar