Minggu, 16 September 2012

Kondisi Anak Indonesia Kita


Miris banget saat mendapat broadcast dari temen, awalnya tidak percaya lalu buktiin sendiri dengan membuka link republika. Membandingkan dengan fenomena yang terjadi, saat ini anak yang akan memasuki sekolah diwajibkan telah bisa membaca dan menulis secara minimalis serta ada yang membuat tes masuk sekolah dasar seperti mencari kerja, ada wawancara dan test tulis.
Padahal jika kita lihat dari segi perkembangan anak (menurut sigmun freud), kepribadian sebagian besar kepribadian dibentuk pada usia lima tahun. itu sebabnya mengapa usia lima tahun pada anak banyak disebut "Gold Period". Awal perkembangan ini (Usia 0 - 5 tahun anak) berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi perilaku anak dikemudian hari.
Melihat di republika, balita sudah banyak yang diajari membaca, menulis dan berhitung (calistung) dan orang tua merasa bangga apabila melihat anaknya saat masih kecil sudah bisa calistung.
Hal ini sangat bertentangan dengan teori perkembangan anak. Saat usia Todler (1-3 tahun) ataupun usia prasekolah (3-6 tahun) kebanyakan mereka adalah ingin bermain, jika usia tersebut sudah dimasukkan pembelajaran membaca, menulis dan berhitung (calistung) maka kesempatan anak untuk bermain akan berkurang, serta anak juga akan dipaksa untuk berfikir lebih ekstra dari pada bermain.
Saya sangat setuju sekali dengan kebijaksanaan pemerintah tentang hal ini sudah membuat peraturan pemerintah no. 17 tahun 2010 pasal 69 dan pasal 70. Dalam Peraturan pemerintah tersebut diatur untuk masuk Sekolah Dasar (SD) atau sederajat tidak didasarkan pada tes baca, tulis, hitung atau tes lainya. Jadi tidak ada alasan bagi pihak penyelenggara pendidikaan untuk menggelar tes masuk bagi calon peserta didiknya.
Tes masuk baca, tulis, hitung (calistung) semestinya dilakukan untuk mengetahui metode yang akan diambil oleh tim pengajar saat anak masuk sekolah, bukan untuk menentukan lulus atau tidak anak tersebut masuk dalam suatu sekolah dasar.
Kita hanya bisa berharap semoga pihak penyelenggara pendidikan dan masyarakat tahu tentang ini semua dan mulai mendidik anak dengan bijak. Anak pandai bukan hanya dilihat dari intelektualnya (IQ) saja, melainkan Emosionalnya (EQ) juga dipertimbangkan.


Share:

Selasa, 11 September 2012

PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP KECERDASAN EMOSI PADA ANAK AUTIS

Oleh : Wiwik Endang Susilowati1,Yuly Peristyowati2, Prima Dewi Kusumawati2


Latar Belakang : Musik terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Inteligent Quotient) dan EQ (Emotional Quotient). Anak autis mengalami gangguan perkembangan yang kompleks sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku dan kecerdasan emosionalnya.
Tujuan Penelitian : Mengetahui pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi pada anak autis.
Metode Penelitian : Jenis penelitian ini menggunakan desain Pre-Eksperiment, One-group pra-post test design dengan populasi seluruh siswa siswi di Pusat Terapi Autis Cahaya Ananda Kepatihan Tulungagung. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi sebanyak 16 responden dengan teknik pengambilan sampling secara Total Sampling. Waktu penelitian dimulai tanggal 10 Maret - 30 Maret 2012. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi. Data yang telah terkumpul diolah dengan uji statistik Wilcoxon dengan kemaknaan α < 0,05.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan kecerdasan emosional anak autis yaitu kecerdasan emosional sebelum terapi musik sebagian besar adalah cukup yaitu 8 responden (50 %) dari 16 responden, dan sesudah terapi musik sebagian besar adalah cukup yaitu 7 responden (43%) dari 16 responden.
Kesimpulan : Ada pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosional anak autis dengan uji wilcoxon dengan hasil p-value = 0,007 yang berarti kurang dari 0,05, sehingga tolak H0, yang berarti ada pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi pada anak autis
Kata Kunci : Terapi musik klasik, kecerdasan emosional, anak autis





Pendahuluan


Musik terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembanngan IQ (Intelegent Quotient) dan EQ (Emotional Quotient). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik (Christanday,2007). IQ menyumbang paling banyak 20% bagi kesuksesan hidup seseorang, sedangkan 80% ditentukan oleh Emotional Quotient (EQ). Kecerdasan akademis praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak yang ditimbulkan oleh kesulitan hidup. Banyak bukti yang memperlihatkan bahwa orang yang secara emosional cakap mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, serta mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif, memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan (Anonymous, 2004). Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi, dengan demikian pola asuh yang diterapkan pada anak harus mencakup hal-hal yang mendukung terciptanya peningkatan kecerdasan emosi pada anak, pemberian pola asuh yang baik akan sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi pada anak dan perkembangan sosial anak, oleh sebab itu seorang ayah juga wajib berperan aktif dalam memberikan asuhan pada anak.
Autisme adalah sebuah sindrom gangguan perkembangan system syaraf pusat yang ditemukan pada sejumlah anak ketika masa kanak – kanak hingga masa sesudahnnya (Purwati, 2007). Salah satu penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak, yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan maupun setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya kongenital Rubella, Herpez Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection (Kurniasih, 2002).
Prevalensi autisme pada anak berkisar 2 – 5 penderita dari 10.000 anak – anak dibawah 12 tahun. Sedangkan prevalensi anak autis disertai dengan keterbelakangan mental perbandinganya meningkat, sebanyak 20 pasien dari 10.000 anak (Pratiwi, 2007). Adapun rasio perbandingannya 3 anak laki – laki dan 1 anak perempuan (3 : 1). Dengan kata lain, anak laki – laki lebih rentan menyandang sindrom autisme dibandingkan anak perempuan. Bahkan diprediksikan oleh para ahli bahwa kuantitas anak autisme pada tahun 2010 akan mencapai 60% dari keseluruhan populasi anak di seluruh dunia (Purwati, 2007).
Dari hasil studi pendahuluan tentang pengukuran kecerdasan emosi  anak autis yang dilakukan di Pusat Terapi Autis Cahaya Ananda di Kelurahan Kepatihan,  Tulungagung pada tanggal  4 Desember 2011 terhadap 3 anak autis. Ditemukan 2 anak mempunyai kecerdasan emosi sedang dan 1 anak mempunyai kecerdasan emosi rendah . Hal ini membuktikan bahwa rata - rata anak autis mengalami gangguan kecerdasan emosi.
Anak Autisme mengalami gangguan perkembangan yang kompleks yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosialisasi, sensori, dan belajar (Ginanjar, 2001). Anak autisme sering terisolasi dari lingkungan dan hidup di dunianya sendiri, tidak bisa berbicara secara normal, berkomunikasi, berhubungan dengan orang lain dan belajar berinteraksi dengan seseorang. Penyandang autisme pada umumnya tidak mampu mengembangkan permainan yang kreatif dan imajinatif. Oleh karena itu mereka membutuhkan stimulasi agar bisa mengembangkan daya kecerdasan emosidan imajinasinya untuk dapat bersosialisasi dengan orang lain (Pratiwi, 2007). Terapi autisme menurut Tjin Wiguna (2002) yang ditulis oleh Astuti (2007) adalah penatalaksanaan anak dengan gangguan autisme secara terstruktur dan berkesinambungan untuk mengurangi masalah perilaku dan untuk meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan anak sesuai atau paling sedikit mendekati anak seusianya dan bersifat multi disiplin yang meliputi: (1) terapi perilaku berupa ABA (Applied Behaviour Analysis), (2) terapi biomedik (medikamentosa), (3) terapi tambahan lainnya yaitu, terapi wicara, terapi sensory integration, terapi musik, terapi diet, dll .
Menurut Astuti (2007) juga menemukan bahwa musik dapat, memperbaiki kepercayaan diri, mengembangkan ketrampilan sosial, menaikkan perkembangan motorik persepsi dan perkembangan psikomotor. Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan ahli saraf dari Universitas Harvard, Mark Tramo, (2006). Ia mengatakan, di dalam otak terdiri dari jutaan neuron yang menyebar di otak akan menjadi aktif saat mendengarkan musik. Rangsangan neuron itulah yang meningkatkan kecerdasan. Maka dari itu, diperlukan suatu kerjasama antara tenaga pendidik, tenaga medis, termasuk perawat serta psikiatri atau psikolog agar dapat mendeteksi dini dan untuk penanganan secara cepat dan tepat bagi para penderita autis (Pratiwi, 2007)


Metode


Jenis penelitian ini adalah Pra Eksperimental Pre Post Test Design dengan Seluruh siswa – siswi autis di  Pusat Terapi Autis Cahaya Ananda yang didiagnosa autis murni, berjumlah 16 orangSampel dalam penelitian ini adalah Seluruh siswa – siswi autis di  Pusat Terapi Autis Cahaya Ananda yang didiagnosa autis murni, berjumlah 16 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik total sampling, yaitu  tehnik penentuan sampel yang di gunakan bila jumlah populasi relative kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil (Sugiyono, 2006)
Lokasi penelitian dilaksanakan di Lokasi dalam penelitian ini di lakukan di di Pusat Terapi Autis Cahaya Ananda di Kelurahan Kepatihan,  Tulungagung. Waktu penelitian ini di lakukan pada tanggal 10 Maret 2012 sampai dengan 30 Maret 2012. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini yaitu alat pemutar musik dari perangkat tape recorder dan lembar observasi kecerdasan untuk mengukur tingkat kecerdasan emosional anak. Pengumpulan data dilakukan dengan mengajukan surat permohonan untuk mendapatkan rekomendasi dari Ka-Prodi S1 Keperawatan STIKES Surya Mitra Husada - Kediri dan permintaan ijin kepada Kepala Pusat Terapi Autis Cahaya Ananda di Kelurahan Kepatihan Tulungagung. Setelah data terkumpul dengan observasi, selanjutnya dilakukan pengolahan data, yang meliputi pengecekan kelengkapan data (editing), pemberian nilai (scoring), pemberian kode (coding) dan tabulasi data (tabulating). Data kemudian dianalisa dengan menggunakan uji Wilcoxon.

Hasil

Kecerdasan emosional anak autis setelah terapi musik :
Kecerdasan Emosional
Jumlah
Prosentase
Kurang
Cukup
Baik
3
7
6
19 %
43 %
38 %
Total
16
100 %

Karakteristik Responden Berdasarkan Derajat Autis :
Derajat Autisme
Jumlah
Prosentase
Ringan
Sedang
Berat
10
3
3
62 %
19 %
19 %
Total
16
100 %

Uji statistik dilakukan dengan menggunakan uji wilcoxon

Kecerdasan_emosi_posttest - Kecerdasan_emosi_pretest
Z
-2.714a
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Based on negative ranks
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
.007

Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon dengan program SPSS for Windows 16.0, diketahui bahwa nilai p-value adalah 0,007, yang berarti kurang dari  0,05, sehingga tolak H0 yang berarti ada pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi pada anak autis di Pusat Terapi Autis Cahaya Ananda Kepatihan Tulungagung. Hal ini didukung oleh data tabulasi silang sebelum terapi musik klasik dengan sesudah terapi musik klasik, dan diketahui bahwa  pula terdapat 5 responden yang sebelum terapi musik memiliki kecerdasan emosional yang kurang dan sesudah terapi musik memiliki kecerdasan emosional yang cukup, serta 5 responden yang sebelum sebelum terapi musik memiliki kecerdasan emosional yang cukup dan sesudah terapi musik memiliki kecerdasan emosional yang baik.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penemuan para peneliti bahwa musik dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kepercayaan diri, mengembangkan ketrampilan sosial, menaikkan perkembangan motorik persepsi dan perkembangan psikomotor (Astuti,2007). Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan ahli saraf dari Universitas Harvard, Mark Tramo , M.D (2006) yang ditulis oleh Pratiwi, 2007, ia mengatakan bahwa di dalam otak kita yang terdiri dari jutaan neuron yang menyebar di otak akan menjadi aktif saat mendengarkan musik. Hal inilah yang menyebabkan aliran impuls listrik antar sel    berangsur – angsur kembali normal, sehingga terjadi keseimbangan neurotransmitter yang membantu anak untuk berimajinatif dalam rangka meningkatkan kreativitas. lewat tulisan-tulisannya. Ia percaya bahwa objek dari terapi Menurut Margaret Anderton (2002), seorang guru piano berkebangsaan Inggris, yang mengemukakan tentang efek alat musik (khusus untuk pasien dengan kendala psikologis) karena hasil penelitiannya menunjukkan bahwa timbre (warna suara) musik dapat menimbulkan efek terapeutik.
Berdasarkan uraian di atas peneliti berpendapat bahwa terdapat peningkatan kecerdasan emosional anak autis melalui terapi musik klasik, dimana terdapat 5 responden yang sebelum terapi musik memiliki kecerdasan emosional yang kurang dan sesudah terapi musik memiliki kecerdasan emosional yang cukup, serta 5 responden yang sebelum sebelum terapi musik memiliki kecerdasan emosional yang cukup dan sesudah terapi musik memiliki kecerdasan emosional yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa terapi musik klasik bisa meningkatkan kecerdasan emosional pada anak autis, baik dalam aspek intra pribadi (mengenali, mengelola, dan mengekspresikan emosi diri, serta memotivasi diri) maupun aspek antar pribadi (memahami emosi orang lain / empati dan membina hubungan dengan orang lain). Hal ini merupakan suatu kondisi yang harus dilakukan secara rutin dan kontinyu agar didapatkan hasil yang maksimal yang bisa membantu perkembangan anak autis selanjutnya


Kesimpulan


Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon diketahui nilai p-value adalah 0,007, yang berarti kurang dari  0,05, sehingga tolak H0 yang berarti ada pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi pada anak autis di Pusat Terapi Autis Cahaya Ananda Kepatihan Tulungagung.

Dalam melakukan penelitian ini peneliti memiliki beberapa keterbatasan yaitu:



1.    Karakteristik responden yang didapatkan penulis hanya sebatas berdasarkan umur dan 
     jenis kelamin, masih banyak karakteristik lain yang harusnya ditampilkan oleh peneliti, 
     terutama yang berhubungan dengan penyebab terjadinya autisme.
2.    Waktu penelitian ini hanya selama 2 minggu, hal ini kurang sesuai dengan prinsip terapi pada anak autis yang membutuhkan proses yang lama, sehingga perlu dilakukan penelitian yang serupa dalam waktu yang lama.
3.      Tidak adanya kelompok kontrol dalam penelitian ini.
4.   Pemberian terapi musik tidak dibedakan sesuai dengan derajat autis (ringan, sedang, berat) sehingga ada yang tidak mengalami peningkatan derajat autis



Referensi




Anthony,Spawnthe.2003. Manfaat Musik, hhtp/www.partikelwebgaul.com/, Diakses 6 September 2007.
Anonymous , 2004. Mempersiapkan IQ dan EQ Anak, Percuma IQ Tinggi Jika Tak Diimbangi EQ, (Online), (http://www.pikiran-rakyat.com, diakses 19 Desember 2011).
Arikunto, Suharsimi.2002.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta; Jakarta.
Astuti, Idayu. 2007. Mengenal Autisme & Terapinya. http://autisme.or.id. Diakses 6 September 2011.
Christanday. Andreas. 2007. Pengaruh Musik pada Anak. http://angelfire.com. Diakses 6 September 2011.
Diamond, John...(et.al). Musik Sebagai Terapi. Diakses tanggal 5 September 2011.
Ginanjar. 2003. http://www.bundazepy. Diakses 12 Agustus 2011.
Goleman, D. 2003. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: Gramedia.
Goleman, D. 2007. Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosi Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ. Jakarta: Gramedia.
Hariwijaya, M. 2006. Tes EQ. Tes Kecerdasan Emosional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadis, Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus-Autistik. Alfabeta; Bandung.
Halim, Samuel., 2007. Efek Mozart dan Terapi Musik Dalam Dunia Kesehatan. Hhtp//www.tempo.co.id/medika, Diakses 5 September 2011.
Hidayat, Teddy. 2003. Musik Memiliki Pengaruh Dalam Kepribadian.

Holmes, Clive. 2003. Musik Terapi. http://kompas.com. Diakses 6 september 2011.
Masra, Ferizal. 2005. Autisme : Gangguan Perkembangan Anak. http://www.waspadaonline. Diakses 12 Agustus 2011.
Maulana, Mirza. 2007. Anak Autis;Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat. Katahati; Yogyakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Edisi I, Salemba Medika, Jakarta.
Pandoe, Wing., 2006. Musik Terapi, hhtp//www.my.opera.com/paw,  Diakses  7 September 2011.
Pratiwi, E.S. 2007. Penanganan Terpadu Anak Autisme. http://pikiranrakyat.com. Diakses 6 September 2011.
Santosa, singgih. 2003. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik Dengan SPSS Versi 11,5. PT Alex Media Komputindo; Jakarta.
Setiadi. 2007. Konsep – konsep penerapan Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta; Yogjakarta.
Sugiyono. 2006. Statistik Untuk Penelitian. Alfabet; Bandung
Share:

Minggu, 02 September 2012

Pemberian Jus Apel Batu Malang terhadap Penurunan Kadar Gula Darah

Oleh : Nurul Qomariyah1- Ida Zuhroidah2, Heri Saputro2

Latar Belakang : Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Penyakit Diabetes Melitus merupakan penyakit yang bersifat kronis yang terjadi akibat kekurangan insulin. Penyakit ini berhubungan dengan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi gula dalam darah. 
Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh pemberian jus apel Batu Malang terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe II di Kelurahan Tapaan Kecamatan Bugul Kidul  Kota Pasuruan.
Metode Penelitian : Desain yang digunakan adalah pre-eksperiment (One – Group Pra - Post test design). Populasi yang diteliti yaitu semua penderita DM tipe II yang hyperglikemia di Kelurahan Tapaan Kecamatan Bugul Kidul Kota Pasuruan sebanyak 37 orang. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Sample yang diambil sebanyak 32 responden di Kelurahan Tapaan Kecamatan Bugul Kidul Kota Pasuruan pada tanggal 2-8 Januari 2012. Data diambil menggunakan observasi tentang kadar gula darah. Data hasil penelitian dianalisa menggunakan uji T test 2 sample berpasangan dengan tingkat kemaknaan p < 0.05.
Hasil Penelitian : didapatkan bahwa sebelum diberikan jus apel Batu Malang kadar gula darah 100% responden hyperglikemia dan sesudah diberikan jus apel Batu Malang kadar gula darah 83,47% responden hyperglikemia. Hasil uji statistik T test 2 sample berpasangan didapatkan nilai p = 0,000 ( p < 0,05), hal ini berarti ada pengaruh pemberian jus apel Batu Malang terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe II di Kelurahan Tapaan Kecamatan Bugul Kidul  Kota Pasuruan.
Kesimpulan : Jus apel Batu Malang mempunyai indeks glikemik (indikator peningkatan gula darah) yang sangat rendah serta kaya quercetin dan pectin(serat larut). Jus apel Batu Malang juga mempunyai kandungan gizi 30% lebih tinggi dibanding kandungan apel import.
  
Kata Kunci: Jus Apel,  Penurunan Kadar Gula Darah, DM tipe II.


Pendahuluan
Penyakit Diabetes Melitus merupakan penyakit yang bersifat kronis (menahun) yang terjadi akibat kekurangan insulin. Penyakit ini berhubungan dengan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi gula dalam darah. Menurut Baughman & Hackley (2001), 90% ~ 95% penderita Diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Menurut data International Diabetes Federation, angka penderita Diabetes di dunia saat ini sekitar 336 juta orang, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta orang pada tahun 2030 (Webber, 2011). Sedangkan data penderita Diabetes di Indonesia pada tahun 2000 mencapai angka 8,4 juta dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 21,3 juta penderita (Maradona, 2011). Dan menurut Mudjib Affan (2011), penderita Diabetes di Jawa Timur mencapai 69.018 dari 37 juta penduduk Jawa Timur. Sedangkan data dari Puskesmas Bugul Kidul menyebutkan bahwa jumlah penderita Diabetes pada tahun 2008 sebanyak 527 penderita, kemudian pada tahun 2009 meningkat menjadi 703 penderita, dan pada tahun 2010 semakin meningkat menjadi 774 penderita. Dan di Kelurahan Tapaan sendiri penderita Diabetes yang mengalami hyperglikemia pada bulan Agustus 2011 sebanyak 36 penderita, dan pada bulan September 2011 meningkat menjadi 37 penderita.
Apel Rome Beauty
Pada studi pendahuluan, peneliti menanyakan kepada 10 penderita Diabetes Melitus di Kelurahan Tapaan Kecamatan Bugul Kidul Kota Pasuruan tentang jus apel. Dari hasil yang didapatkan bahwa 2 orang pernah mendengar bahwa jus apel bisa menurunkan kadar gula darah pada penderita Diabetes Melitus, dan 8 orang belum pernah mendengar bahwa jus apel bisa menurunkan kadar gula darah pada penderita Diabetes Melitus.





Metode
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pra-eksperimen rancangan One Group pra test - post test design. Sample dalam penelitian ini adalah penderita DM di Kelurahan Tapaan Kecamatan Bugul Kidul Kota Pasuruan sebanyak 32 orang. Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah lembar observasi. Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mencatat kadar gula darah sebelum diberikan perlakuan, dan 7 hari setelah diberikan perlakuan. 
Proses pengumpulan data dimulai tanggal 2 -  Januari 2012 setelah mendapatkan izin peneliti mencari data penderita DM tipe II yang hyperglikemia di Puskesmas Pembantu Tapaan. Setelah memperoleh data, jumlah penderita DM tipe II yang hyperglikemia diacak. Kemudian peneliti memberikan surat permohonan kesediaan menjadi responden kepada penderita DM tipe II yang menjadi sampel penelitian dengan memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan jaminan kerahasiaan identitas dan informasi dari penderita. Setelah penderita bersedia, inform consent diberikan dan penderita mengisi formulir dan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden.
Kemudian peneliti melakukan observasi pada penderita DM tipe II tentang kadar gula darahnya lalu peneliti memberikan jus apel Batu Malang (Rome Beauty) kepada penderita DM tipe II yang hyperglikemia 2x sehari setelah makan pagi dan sore selama 7 hari. Lalu peneliti melakukan observasi ulang tentang kadar gula darahnya pada hari ke 7
Setelah data terkumpul data tersebut diolah, yang pertama kali dilakukan yakni menguji data ke dalam normalitas data untuk mengetahui data tersebut valid atau tidak. Kemudian, apabila data tersebut berdistribusi tidak normal maka dilakukan transformasi data. Apabila hasil data tetap tidak normal maka uji parametrik yang dipakai adalah uji wilcoxon dengan signifikasi < 0,05. Apabila setelah diuji normalitas ternyata data berdistribusi normal maka uji parametrik yang dipakai yaitu uji T-test 2 kelompok berpasangan dengan menggunakan program SPSS versi 18 for windows. Bila P value < 0.05 maka ada pengaruh pemberian jus apel Batu Malang terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe II, maka kesimpulannya hipotesa alternatif diterima. Dan apabila P value > 0.05 maka tidak ada pengaruh pemberian jus apel Batu Malang terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe II, maka kesimpulannya hipotesa alternatif ditolak.

Hasil
Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan bahwa sesudah diberi jus apel Batu Malang (Rome Beauty) sebagian besar responden 84,37% dengan kadar gula darah yang tinggi  ( > 140 mg/dl atau hyperglikemia).
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes : diet tinggi serat, latihan, pemantauan, terapi insulin dan Oral Anti Diabetik dan pendidikan. Konsumsi banyak serat bagi penderita Diabetes Melitus tipe II sangat disarankan untuk menjaga kadar gula darah, karena serat dapat mencegah lonjakan gula darah. Serat juga membuat lebih cepat kenyang, menunda lapar lebih lama dan mencegah Anda makan berlebihan. Adapun menurut Wirakusumah (2011), serat yang biasa digunakan sebagai pengendali penyakit Diabetes Melitus antara lain serat dari jus apel. Dan apel juga sangat baik bagi penderita Diabetes karena mempunyai indeks glikemik (indikator peningkatan gula darah) yang sangat rendah serta kaya quercetin dan pectin (serat larut) (Nurjanah & Jayanti, 2006). Berdasarkan hasil riset Evi Cahyaningtyas (2010), didapatkan kesimpulan  bahwa kandungan gizi rata-rata apel Batu Malang lebih tinggi sekitar 30% dibanding kandungan apel import. Adapun cara pembuatan jus apel Batu Malang menurut Cahyaningtyas (2010) adalah potong kecil – kecil apel Batu Malang 150gr dan campur dengan air matang 150ml, blender sampai halus. Jus apel diminum 2x sehari setelah makan pagi dan sore selama 7 hari.   Berbagai penelitian menunjukkan bahwa serat dapat memperbaiki respon glukosa dan insulin indeks. Serat ini dapat menghambat lewatnya glukosa melalui dinding saluran pencernaan menuju pembuluh darah sehingga kadarnya  dalam darah tidak berlebihan. Selain itu, serat dapat membantu penyerapan glukosa dalam darah dan memperlambat pelepasan glukosa ke dalam darah. Serat makanan mengubah sifat insulin yang beredar dalam darah agar bekerja lebih optimal, sehingga gula dalam darah larut dalam sel dan terpakai sehingga kebutuhan akan insulin berkurang. Dengan begitu tercapailah efek pengaturan tingkat gula darah oleh serat makanan (Nurjanah & Julianti, 2007)

Kesimpulan
Berdasarkan uji parametrik - uji T-test Paired, didapatkan P value  0.000 (P Value < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh (Ha diterima)pemberian jus apel Batu Malang terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe II di KelurahanTapaan Kecamatan Bugul Kidul Kota Pasuruan

Referensi
Affan, Mudjib. 2011. Diabetes. http://mediabidan.com. Tanggal 2 Desember 2011. Jam 16.00
Ani. 2006. Terapi Profilaksis pada Diabetes . http://www.majalah-farmacia.com . Tanggal 16Oktober 2011. Jam 10.05
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Arum, Eria. 2011. 7 Faktor Resiko Diabetes Mellitus . http://hidupsehat.com. Tanggal 24Februari2012. Jam 15.30
Baughman, Diane C. and Hackley, Joann C. 2001. KMB Buku Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC
Boyer, Jeanelle and Liu, Rui H. 2004. Apple Phytochemicals and Their Health Benefits. Published online 2004  May 12. Nutrition Journal 2004, 3:5 doi:10.1186/1475-2891-3-5   
Cahyaningtyas, Evi . 2010 . Mengapa Harus Menggunakan Buah Apel Malang. http://blogdi.wordpress.com. Tanggal16Oktober2011. Jam 13.41
Dahlan, M.Sopiyudin. 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Seri Evidence Based Medicin . Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika
Dewani dan Sitanggang, Maloedyn. 2006. Terapi Jus & 38 Ramuan Trandisional umtuk diabetes. Jakarta: Agromedia Pusaka
Distanhut – Kota Batu. 2011. Komoditas Unggulan Apel Manalagi. http://distanhut-kotabatu.org. Tanggal 15Desember2011. Jam 17.00
Graber, AL., Shintani, AK., Wolff, K., Brown A., Elasy TA. 2006. Glycemic Relapse In Type II Diabetes. http://www.medscape.com/viewarticle/533358. Tanggal16Maret2012. Jam 19.00
Hasan, M.Iqbal. 2002. Pokok-pokok Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia
Hidayat, AA. 2009. Metode Penelitian Keperawatan & Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, Arif dkk. 2002. Kapita  Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Maradona, Stevy. 2011. Wow! Penderita Diabetes di Indonesia Melonjak Pesat. http://www.republika.co.id.Tanggal 30November2011. Jam 12.15
Murti, B. 2008. Metodologi Riset Epidemiologi. Modul dalam Mengajar di  Program Magister Kedokteran Keluarga / Magister Gizi. Universitas Sebelas Maret Surakarta – tidak dipublikasikan
Nazir, Mochammad. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
Notoadmodjo, Soekidjo. 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Manguncipta
Nurjanah, Nunung & Jayanti, E.Dwi. 2006. Taklukkan Diabetes  dengan Terapi  Jus. Jakarta: Puspa Swara
Nurjanah, Nunung & Julianti, E.Diana. 2007. Taklukkan Diabetes  dengan Terapi  Jus. Jakarta: Puspa Swara
Nursalam. 2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Pemkotpasuruan. 2011. Profil Kota Pasuruan. http://pemkotpasuruan.go.id. Tanggal 5Februari2012. Jam 10.15
Sani, Asrul. 2012. Serat Bagi Penderita Diabetes. http://meetdoctor.com.Tanggal 24Februari2012. Jam 16.45
Sattar, Naveed., dkk., Do men develop type 2 diabetes at lower body mass indices than women?.Diabetologi (2011)  54:3003-3006. Publish online                 30 September 2011. Doi : 10.1007/s00125-011-2313-3
Setorki, M., Asgary, S., Eidi, A., Rohani, A.H. and Esmaeil, N. Effects of Apple Juice on Risk Factors of Lipid Profile, Inflammation and Coagulation, Endothelial Markers and Atherosclerotic Lesions in High Cholesterolemic Rabbits.Lipids Health Dis. 2009; 8: 39. Published online 2009 October 5. doi:  10.1186/1476-511X-8-39
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC
Stephanie. 2012. Diet Tinggi Serat. http://dokter herbal.com. Tanggal 24Februari2012. Jam 17.00
Tabin,  Amin.2010. Klasifikasi-Apel-Pyrus-Malus. http://amintabin.blogspot.com. Tanggal 16 Oktober 2011 .Jam13.41
Vitahealth. 2006. Diabetes. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Varona, Blacenda Miranda dkk. 2004. Makanan Penyembuh Ajaib Penuntun Efektif  Kepada Terapi Diet . Bandung: Indonesia Publishing House
Webber, Sara. 2011. Jumlah Penderita Diabetes Mencapai 336 Juta Orang. http://www.indodiabetes.com. Tanggal 30 November 2011. Jam 12.00
Wirakusumah, Emma S. 2011. Jus Buah dan Sayuran. Penebar Plus. http://www.bookgoogles.co.id .Tanggal 25 September 2011.  jam 12.45





Share:

Sample Text

Copyright © Sharing and Health Education | Powered by Blogger