Pendahuluan
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes RI, 2011). Hal ini tertuang dalam undang-undang Pasal 53 ayat 3 Undang-undang Kesehatan No.36 tahun 2009 yang menyatakan bahwa pelaksanaan pelayanan kesehatan (yang ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga) harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibandingkan kepentingan lain. Pasien juga berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit (Pasal 32 UU No.44/2009).
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI). Tujuan dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh (Depkes RI, 2008).
Meminimalkan cedera merupakan salah satu dari sasaran keselamatan pasien/ International Patient Safety Goal(IPSG), yang juga salah satu dari standar Joint Commission International (JCI). Chapter/bab tersebut dikembangkan untuk mengidentifikasi masalah masalah yang berpotensi menimbulkan kejadian yang tidak diharapkan (KTD) (Aprilia, 2011). Cedera yang dimaksud dalam hal ini adalah cedera yang diakibatkan karena jatuh yang terjadi saat perawatan dirumah sakit. Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi tersebut termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien (Kemenkes RI, 2011). Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit, selain itu juga rumah sakit hendaknya memfasilitasi dengan peralatan yang menunjang dan meminimalkan lingkungan yang dapat meningkatkan kejadian jatuh pada pasien serta peran serta petugas dan keluarga agar dapat meminimalkan kejadian jatuh tersebut (Anshar, 2013).
Sebagian besar standar IPSG khususnya pencegahan risiko jatuh diterapkan oleh perawat, terutama di instalasi rawat inap. Perawat dituntut untuk selalu berinteraksi dengan pasien selama 24 jam, waktu kontak/interaksi paling banyak dibandingkan tenaga kesehatan lainnya untuk berhubungan dengan pasien. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang jumlahnya terbesar di rumah sakit (sebesar 40-60%) memiliki tugas untuk selalu menerapkan pencegahan risiko jatuh sehingga memiliki peran kunci dalam menentukan keberhasilan akreditasi JCI. Sikap dan perilaku perawat dalam mendukung penerapan pencegahan risiko jatuh sangat diutamakan untuk menjamin keselamatan pasien (Aprilia, 2011). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Huey-Ming (2009) di Taiwan Medical Center, didapatkan bahwa ada pengaruh antara keluarga dan tenaga kesehatan terhadap kejadian jatuh pada pasien di rumah sakit tersebut. Dari data yang dikumpulkan pada bulan maret 2005 sampai juni 2006, terjadi 228 kejadian jatuh di rumah sakit tersebut. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa jatuh pada pasien terjadi dikarenakan tidak ada anggota keluarga yang mendampingi, karena itu perawat di Taiwan merawat dengan melibatkan keluarga dalam pelaksanaan asuhan keperawatan tanpa memperhatikan siapa anggota keluarga tersebut, selain itu juga disebabkan karena kurangnya kunjungan perawat ke pasien.
WHO menyatakan bahwa peluang terjadinya kecelakaan rumah sakit adalah 1 : 300 (WHO, 2005), hal ini menuntut pihak pelayanan kesehatan, khususnya di rumah sakit, agar menjadi perhatian utama untuk mengurangi risiko cedera yang dialami oleh pasien selaku pengguna jasa layanan. Dalam penelitian yang dilakukan Healey (2009) yang dilakukan di English and Welsh hospitals, didapatkan sebanyak 100 kasus jatuh per 1000 tempat tidur dalam setiap bulannya (Desember 2005 – Mei 2006). Pada penelitian lain yang dilakukan Sook (2009) pada 1 Januari 2004 hingga 31 Desember 2009, didapatkan data 93 pasien anak jatuh. Data di Indonesia terkait dengan kejadian tidak diinginkan (terutama jatuh) masih langka, hal ini disebabkan karena banyaknya perawat yang tidak mendokumentasikan hal tersebut, bahkan terkadang menyembunyikan apabila terdapat kasus tersebut dengan alasan pencitraan rumah sakit.
Jatuh dapat terjadi pada semua tipe institusi pelayanan kesehatan, pada semua populasi pasien kecuali pasien yang tidak sadar dan bayi yang belum dapat berjalan. Pada usia anak-anak, kejadian jatuh sering tidak dilaporkan dikarenakan sering dianggap sebagai masa perkembangan anak dalam hal belajar berjalan atau memanjat dan jatuh ke kelantai (Morse, 2009). Perkembangan anak-anak tidak lepas dari bermain. Bagi anak, seluruh aktivitasnya adalah bermain yang juga mencakup bekerja, kesenangannya dan metode bagaimana mereka mengenal dunia. Ketika bermain, anak tidak hanya sekedar melompat, melempar atau berlari, tetapi mereka bermain dengan menggunakan seluruh emosi, perasaan, dan pikirannya (Soetjiningsih, 2013). Begitu pula pada anak sakit, anak lebih aktif diatas tempat tidur. Dengan kondisi tempat tidur yang tinggi dari permukaan lantai serta kondisi handrailmerupakan beberapa penyebab cedera akibat jatuh pada anak (Khambalia, 2006).
Dari hasil Penelitian Saputro (2016), didapatkan beberapa hal yang mempengaruhi pencegahan risiko jatuh pada anak di rumah sakit, diantaranya persepsi perawat, sarana prasarana, keluarga/penunggu pasien, serta beban kerja perawat.
a. Skala/pengukuran jatuh
1) Humpty Dumpty Falls Scale
Hill-Rodriquest and Colleague (2009), menggunakan penilaian yang hampir sama dengan Graf’s, Humpty Dumpty Falls Scale (HDFS). HDFS ini terdiri dari tujuh item penilaian meliputi, usia, jenis kelamin, diagnosis, gangguan kognitif, faktor lingkungan, respon pembedahan/anestesi/sedasi, dan penggunaan obat-obatan (Jamerson, 2014). Humpty dumpty falls scale memiliki skor terendah 7 dan skor tertinggi 23, dengan 7-11 merupakan risiko rendah dan ≥ 12 merupakan risiko tinggi jatuh.
2) CHAMPS Pediatric Fall Risk Assessment
Skala CHARMS merupakan singkatan dari change in mental status (perubahan status mental), history of fall(riwayat jatuh), age of less than 3 years(usia kurang dari 3 tahun), altered mobility (gangguan mobilitas), parental involvement (keterlibatan orang tua), dan safety interventions (tindakan yang aman) (Razmus, 2012)
3) GRAF-PIF, (The General Risk Assessment for Pediatric In-patient Falls).
Sebuah alat ukur untuk pengkajian terhadap risiko jatuh pada pasien anak, digunakan untuk mengidentifikasi anak dengan risiko jatuh. Alat ukur ini diteliti dan dikembangkan di rumah sakit Lurie Children’s chicago oleh Elaine Graft, peneliti dan sekaligus koordinator keuangan klinik dan pengembangan organisasi. Kemudian penelitian dilanjutkan oleh rumah sakit Barbara Bush Children’s di Maine.
GRAF-PIF memiliki 5 skala ukur, yaitu lama rawat inap lebih dari 5 hari, diagnosis masalah tulang/muskuloskeletal, pasien mengalami/mendapatkan terapi fisik atau terapi okupasi, pasien dalam pengobatan anti seizure dan pasien terpasang IV atau heparin line (Jamerson, 2014).
Selain pengukuran diatas, dapat juga menggunakan Morse Fall Scale (MFS), the St. Thomas Risk Assessment Tool in Falling (STRATIFY) dan the Heindrich Falls Risk Model II (HFRM). MFS memiliki 6 item indeks dengan skor diatas 6 diidentifikasi memiliki risiko tinggi. STRATIFY dikembangkan untuk pasien di unit perawatan dewasa di rumah sakit dan memiliki 5 faktor, skor ringan adalah 1, dan skor 2 atau lebih sebagai risiko tinggi jatuh. HFRM dikembangkan di rumah sakit dan mempunyai 7 item dengam skor maksimum 25, skor 3 atau lebih merupakan risiko tinggi jatuh
a. Penatalaksanaan
Prinsip dasar penatalaksanaan jatuh adalah dengan mengkaji dan mengobati trauma fisik akibat jatuh, mengobati berbagai kondisi yang mendasari jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai, mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup, pegangan (handrail), lantai licin (Setiati dan Laksmi, 2006)
Menurut Oliver and Collagues (2010), intervensi untuk mengurangi jatuh dalam tatanan rumah sakit terdiri banyak faktor diantaranya review jatuh yang terakhir, edukasi pasien, edukasi staff, penggunaan alas kaki, dan toileting. Dalam studi ini ditemukan juga intervensi tunggal yang efektif diantaranya program pencegahan delirium, pengurangan obat sedatif dan hipnosis, edukasi pasien secara mendalam dan melanjutkan program latihan (exercise) (Spoelstra, 2012).
Adapun menurut Morse (2009), pendekatan intervensi pasien jatuh diawali dengan melakukan pengkajian risiko jatuh pada pasien, kemudian dari hasil pengkajian akan diklasifikasikan menjadi pasien tidak berisiko/risiko rendah dan pasien dengan risiko tinggi. Pada pasien yang tidak berisiko/risiko rendah menurut Morse (2009) pencegahan yang dilakukan meliputi cegah jatuh yang tidak disengaja (accidental falls), memastikan lingkungan yang aman serta memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya.
Pada pasien yang berisiko tinggi pencegahan yang dilakukan meliputi minitor pasien, lindungi jatuh dari kursi/tempat tidur, ketika ambulasi, serta lindungi dari lingkungan berbahaya. Selain itu pastikan pergerakan pasien aman, cegah pasien menahan buang air, evaluasi kemampuan pasien dalam komunikasi, lakukan latihan dan keseimbangan serta pastikan status fisik pasien.
Kepustakaan
Anshar. 2013. Identifikasi Risiko Keselamatan Pasien (Patient Safety) di Rumah Sakit. Available at www.ansharbonasshilfa.wordpress.com. Diakses tanggal 3 September 2014
Atwood C. 2006. Nursing Procedures Manual: Falls Prevention Program (Pediatrics). UCSF Children’s Hospital
Best L.M. 2012. A Taxonomy of Human and Environmental Factors Related to Pediatric Patient Falls. The Ohio State University College of Nursing
Bullen K. 2009. Fall Risk Screening and Assessment. CNC Aged Care & Rehabilitation: New England
Depkes RI. 2008. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), 2nd ed. Bakti Husada: Jakarta
Donna L Wong. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatric Wong (Wong Essentials Of Pediatric Nursing Of Pediatric Nursing) alih bahasa: Egi Komara Yuda edisi 6. EGC; Jakarta
Hill-Rodriguez et al. 2009. The Humpty Dumpty Falls Scale: A Case–Control Study. Journal for Specialists in Pediatric Nursing. 14(1). 23-32
Khambalia A, Joshi P, Brussoni M, Raina P, Morronggiello B, Macarthur C. 2006. Risk Factors For Unintentional Injuries due to Fall In Children Aged 0-6 years: A Systematic Review. Injury Prevention. 12: 378-385
Morse J. 2009. Preventing Patient Falls: Establishing A Fall Intervention Program-2nd ed. Springer Publishing; New York
Widyaningtyas K.S. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Perawat Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan.. Available On: http://eprints.undip.ac.id/10502/. Di akses tanggal 23 April 2015